Sabtu, 29 Desember 2018

PENDIDIKAN LITERASI INFORMASI OLEH PUSTAKAWAN SEBAGAI PENANGKAL INFORMASI HOAX

Dalam kehidupan yang serba modern, informasi menjadi kebutuhan vital bagi kehidupan manusia. Informasi dibutuhkan untuk menunjang kegiatan sehari-hari, baik itu dalam bidang ekonomi, politik, sosial maupun pendidikan. Masyarakat membutuhkan informasi untuk menunjang pergerakanya. Oleh karena itu dibutuhkan suatu sarana guna menunjang percepatan pergerakan informasi. Beriringan dengan perkembangan teknologi, kini informasi sudah mulai terkoneksi satu sama lain melalui digitaliasi informasi secara online.
Digitalisasi kehidupan manusia juga secara bertahap akan merubah kehidupan masyarakat, yang bermula  society menjadi knowledge society (Klaus Schwab, 2015). Perubahan paradigma sosial ini didorong oleh semakin terintegrasinya sistem teknologi informasi dan komunikasi (TIK) ke dalam masyarakat secara seamless dan realtime. Teknologi membuat masyarakat mengandalkan media sosial sebagai tempat mendapatkan informasi. Saat ini, media sosial telah menjadi platform pelaporan dan sumber berita utama bagi masyarakat.
Penyebaran informasi melalui media sosial berkembang sangat masif. Realita yang terjadi, informasi apapun cepat menjadi viral dalam sekejap saja. Fenomena ini berimplikasi pada mudahnya mempercayai informasi yang diperoleh dari sumber yang belum tentu benar  untuk kemudian disebar kepada yang lainnya. Meskipun bisa jadi informasi tersebut merupakan berita hoax. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ‘hoaks’ adalah ‘berita bohong.’ Dalam Oxford English dictionary, ‘hoax’ didefinisikan sebagai ‘malicious deception’ atau ‘kebohongan yang dibuat dengan tujuan jahat’.
Rendahnya budaya literasi atau membaca buku menjadi salah satu penyumbang penyebaran berita yang menyesatkan dan tidak sesuai fakta (hoax). Berdasarkan data Perpustakaan Nasional tahun 2017, frekuensi membaca orang Indonesia rata-rata hanya tiga sampai empat kali per minggu. Sementara jumlah buku yang dibaca rata-rata hanya lima hingga sembilan buku per tahun. Rendahnya tingkat literasi ini membuat masyarakatnya masih awam dalam memilah berita yang sesuai fakta maupun berita yang menyesatkan sehingga mudah terpengaruh oleh berita hoax.
Penyebaran berita hoax menjadi tantangan tersendiri bagi pustakawan, pustakawan merupakan bagian tidak terpisahkan dari sikap profesionalisme dan sikap sosial untuk membimbing manusia dalam proses belajar sepanjang hayat. Melalui perpustakaan, pustakawan dapat memberikan pendidikan dasar literasi informasi kepada pengguna. Menurut Dictionary of Library and Information Science, literasi informasi adalah kemampuan dalam menemukan informasi yang dibutuhkan, termasuk pemahaman bahan perpustakaan diatur, akrab dengan sumber yang tersedia (termasuk format informasi dan alat penelusuran otomatis) dan ilmu pengetahuan dari teknik yang biasanya digunkan.
Literasi informasi merupakan kemampuan seorang manusia yang akan menyelamatkan individu dari sesatnya hoax. Melalui literasi informasi, masyarakat akan dilatih untuk membaca dan mengkonfirmasi apakah berita yang dibaca memang benar ataukah merupakan berita hoax. Perpustakaan memberikan dasar literasi informasi kepada pengguna melalui berbagai media dan sumber daya yang dimilikinya. Pustakawan dituntut lebih aktif menyediakan informasi yang benar dan bermutu melalui literasi informasi. Pustakawan juga harus mampu menganalisis berita yang termasuk hoax atau tidak, disertai dengan bukti yang menguatkannya.
Salah satu gerbang untuk menggerakkan pendidikan literasi informasi adalah dunia Pendidikan. Sekolah adalah salah satu wadah untuk menempa pemahaman dan mental dalam memerangi berita hoax. Melalui pendidikan literasi informasi di perpustakaan sekolah, siswa akan dibimbing bagaimana menemukan informasi yang sebenarnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SERBA KEPO APLIKASI SLIMS SENAYAN

Tampilan beranda aplikasi slims akasia 8.3.1               Senayan library manajemen system atau yang kerab kita sebut SliMS adalah seb...